twitter





# Tulisan Terakhir Ukhti Novitia Lutfiatul Khoriyah, Mahasiswi Kedokteran Undip#

     Ahad 4/11/2012 malam, terjadi musibah kecelakaan yang menghantarkan dua mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ke haribaan Allah Ta'ala. Kecelakaan terjadi di Jalan Raya wisata Rempoah, Baturraden, Banyumas. Keduanya adalah penumpang bus PO Raharja yang mengangkut rombongan FULDFK (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran seluruh Indonesia) sebuah forum yang menaungi Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran se-Indonesia yang sedang mengadakan Seminar Nasional.

     Kedua korban meninggal dunia adalah Novitia Lutfiatul Khoriyah (19), yang bertempat tinggal di Bukitjaya, Palelawan, Riau dan Esti Ilma Zakiya (18), Jalan Jendana No 19 A Bekasi.

     Berikut adalah Tulisan Terkahir Ukhti Novitia Lutfiatul Khoriyah yang ditulis pada tanggal 1 November 2012. Tulisan ini diambil dari blog pribadinya di http://novilialutfiatul.wordpress.com/2012/11/01/dosen-tak-bernyawa/

_________________________________________________________________________________

     “Manusia berawal dari setetes air mani yang hina,
Berakhir menjadi seonggok daging yang membusuk,
Dan saat ini berada diantara keduanya dengan membawa kotoran kemana-mana”
-Salim A. Fillah- “Dalam Dekapan Ukhuwah”

      Kematian merupakan salah satu topik yang sangat dihindari oleh kebanyakan orang, apalagi kita yang masih muda-muda. Sukar dimulai dan mudah untuk dihentikan. Padahal setiap manusia tak akan pernah tahu waktu kedatangannya. Kematian tak akan memandang umur, tua muda akan mati bila waktunya memang telah tiba.

     Setiap kali memasuki ruangan praktikum anatomi jantungku selalu berdesir miris. Seonggok tubuh yang terbujur kaku dengan bentuk yang sudah tak beraturan dan tak “manusiawi” menjadi pemandangan yang selalu ditemui setiap minggunya. Melawan kodrat alam, dipaksa tak membusuk dengan formalin. Tubuh-tubuh yang dulunya selalu dibanggakan, tegap, gagah, langsing dan sebagainya yang menjadi pemicu dosa bila tak digunakan dalam koridor syariat-Nya.

     Untuk melawan rasa takut, hal pertama yang aku perhatikan saat menghadapi cadaver adalah wajahnya. Walaupun tetap bergidik merinding melihat otot-otot wajah yang menegang saat sakaratul maut. Tergambar jelas kesakitan yang dirasakan saat detik-detik malaikat Izrail menjemput. Bahkan manusia termulia, dengan pengambilan ruh yang benar-benar pelan dan lembut saja merasakan sakit yang benar-benar sakit. Apalagi kita, yang sadar akan siksa neraka namun tetap rutin berbuat dosa.

     Ya Allah, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut.

     Seringkali tak teganya rasanya membuka lapisan demi lapisan kulit mereka, menarik-narik otot untuk mencari perlekatannya, mengorek-ngorek menemukan pembuluh darah serta syaraf yang letaknya tersembunyi dan lain-lain. “ Ini dulunya juga manusia Nov, sama sepertimu, maka perlakukanlah dengan baik dan lembut”, ucapku pada diri sendiri.

     Perasaan jijik juga sering mendatangi, bersyukur pada Allah yang memberikan rasa lupa pada manusia. Sehingga aku dan teman-teman masih bisa makan walaupun baru saja memegang dan berkutat dengan cadaver menggunakan tangan kosong, setelah cuci tangan tentunya.

     Laboratorium anatomi dan seluruh mayat-mayat didalamnya selalu mengingatkanku akan datangnya kematian yang tak tahu kapan akan menjemputku. Mereka adalah guru-guruku, guru dunia karena mengajarkan banyak ilmu pengetahuan serta guru akhirat yang menjadi reminder akan kehidupan dunia yang sementara ini.

     Mayat-mayat yang tak jelas asal usulnya, tunawisma, preman dengan tato-tato di tubuhnya dan entah siapa itu tak pernah mengharapkan tubuhnya disayat-sayat dan dipotong-potong menjadi media pembelajaran kami. Semasa hidupnya mereka pasti mengharapkan mayatnya kelak diurus sewajarnya. Dimandikan, disholatkan, dikafani, dimakamkan, dan didoakan oleh keluarga. Pantas atau tidak mereka bisa disebut orang-orang yang tidak beruntung.

     Salah seorang temanku pernah bertanya “Apa dosa-dosa mereka bisa tergugurkan ya? Secara fisik mereka adalah preman yang tak pernah kita tahu amal ibadahnya, dan dilihat dari niat mereka tak pernah berharap jadi media praktikum.”

     “Hanya Allah yang tahu, tugas kitalah selalu berdoa agar dosa-dosa mereka diampuni melalui setiap sentuhan dan perlakuan yang kita berikan pada mereka” ucapku menutup pembicaraan seusai praktikum bebas malam itu.

Ya Allah, siapapun mereka, ampunilah dosa-dosa mereka
Jadikanlah setiap perlakuan yang kami berikan sebagai penggugur dosa mereka
Terimalah setiap amal ibadah mereka semasa hidup dulu
Gantikanlah liang lahat mereka dengan rumah-rumah surga-Mu
Gantilah kain kafan mereka dengan baju-baju kebesaran penghuni surga
Sayangilah mereka
Karena mereka kami mengenal ilmu-ilmu Mu
Karena mereka kami menjadi orang yang bersyukur
Dan karena mereka, kelak kami bisa menolong hamba-hamba Mu