EYD |
Berikut ini ringkasan pedoman umum penulisan kata:
1.
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh: Saya percaya bahwa dia tahu apa
yang kita bisarakan.
2.
Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian
kata turunan)
a.
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) di tulis
serangkai dengan kata dasar. Contohnya: bergeletar, dikelola [1].
b.
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Tanda hubung boleh digunakan untuk
memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi.
c.
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda
penghubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contohnya: menggarisbawahi, melipatgandakan.
d.
Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai
dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
e.
Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf
kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
3.
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu),
jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan
(centang-perenang, sayur mayur).
4.
Gabungan kata atau kata majemuk
a.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis
terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
b.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
c.
Bebarapa gabungan kata yang sudah lazim dapat
ditulis serangkai. Lihat bagian gabungan kata yang ditulis serangkai.
5.
Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis
serangkai. Contoh: kumiliki, kubawa, pensilmu, karenanya.
6.
Kata depan atau preposisi (di[1], ke,dari)
ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada, daripada, keluar,
kemari,dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari jakarta.
7.
Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh:
sang harimau marang kepada si kancil.
8.
Partikel
·
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai.
Contoh: minumlah, berapakah, apatah.
·
Partikel –pun ditulis terpisah, kecuali yang
lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun,dll. Contoh: apa pun, sekali
pun.
·
Partikel per- yang berarti “mulai”, “diem”, dan
“tiap” ditulis terpisah. Contoh: per helai, per 15 Mei.
9.
Singkatan dan akromin. Lihat Wikipedia: Pedoman
penulisan singkatan dan akromin.
10.
Angka dan bilangan. Lihat Wikipedia: Pedoman
penulisan tanggal dan angka.
Kata turunan
Secara
umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata
yang ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk
melengkapi aturan tersebut.
Jenis imbuhan
Jenis imbuhan dalam bahasa indonesia dapat dikelompokkan
menjadi:
1.
Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu
awalan atau akhiran.
·
Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-,
dan se-
·
Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan –nya
2.
Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu
awalan atau akhiran.
·
Ber-an dan ber-i
·
Di-kan dan di-i
·
Diper-an dan diper-i
·
Ke-an dan ke-i
·
Me-kan dan me-i
·
Memper-kan dan memper-i
·
Pe-an dan pe-i
·
Per-an dan per-i
·
Se-nya
·
Ter-kan dan ter-i
3.
Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata
tertentu (serapan asing).
·
Akhiran : -man, -wan, -wati, dan –ita
·
Sisipan : -in, -em, -el, dan –er.
- Awalan me-
Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
1.
tetap,
jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh
→ meluluh, me- + makan → memakan.
2.
me- → mem-, jika huruf pertama kata dasar
adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*,
me- + vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
3.
me- → men-, jika huruf pertama kata dasar
adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup →
meniup*.
4.
me- → meng-, jika huruf pertama kata dasar
adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong →
menggotong, me- + hias → menghias.
5.
me- → menge-, jika kata dasar hanya satu suku
kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik →
mengeklik.
6.
me- → meny-, jika huruf pertama adalah s*.
Contoh: me- + sapu → menyapu*.
·
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat
khusus:
1.
Dilebur
jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu,
me- + sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
2.
Tidak
dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- +
klarifikasi → mengklarifikasi.
3.
Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata
asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi →
mengkonversi.
·
Aturan khusus
Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
1.
ber- +
kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
2.
ber- +
ajar → belajar (huruf r digantikan l)
·
Konsensus penggunaan kata
1.
Tiongkok dan tionghoa
Cina adalah bentuk dan penggunaan baku menurut KBBI. Ada himbauan
untuk menghindari kata ini atas pertimbangan kesensitifan penafsiran. Sebagai
alternatifnya diusulkan menggunakan kata “China”. Ini sebuah argumen yang tidak
bisa didiskripsikan dan dijelaskan secara ilmiah bahasa, apalagi bunyi ujaran
“China” – “Cina” adalah hampir sama (China dibaca dengan ejaan Inggris).
Padanan untuk kata Cina yaitu Tiongkok (negara), Tionghoa (bahasa dan orang).
2.
Mayat dan mati
* mati: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan
kata wafat, meninggal, gugur, atau tewas (tergantung konteks).
* mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.
* mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.
3.
Pranala ke situs luar
Sebisa mungkin hindari penggunaan kalimat seperti “Untuk informasi
lebih lanjut, silakan mengunjungi situs ini.” pada artikel yang belum lengkap.
Sebaiknya pranala ke situs tersebut dimasukkan ke bagian Pranala luar dan
menambahkan Templat:Stub dengan mengetik:
{{stub}}
atau
{{rintisan}}
di bagian akhir artikel.
1.
Penggunaan “di mana” sebagai penghubung dua
klausa
Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia
TIDAK mengenal bentuk “di mana” (padanan dalam bahasa Inggris adalah “who”,
“whom”, “which”, atau “where”) atau variasinya (“dalam mana”, dengan mana”, dan
sebagainya). Penggunaan “di mana” sebagai kata penghubung sangat sering terjadi
pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia.
Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata “yang” sebagai kata
penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya pun terbatas. Dengan
demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK “DI MANA”, apalagi “dimana”, termasuk dalam
penulisan keterangan rumus matematika. Sebenarnya selalu dapat dicari struktur
yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.
a)
Contoh-contoh:
Dari artikel Kantin: … kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan … .
Dari artikel Kantin: … kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan … .
* Usul perbaikan: … kantine adalah sebuah ruangan di dalam sebuah
gedung umum yang dapat digunakan (oleh) pengunjungnya untuk makan … .
b)
Dari artikel Tegangan permukaan:
Teganganpermukaan = F / L dimana :
F = gaya (newton)
L = panjang m).[sic]
L = panjang m).[sic]
* Usul perbaikan: Apabila F = gaya (newton) dan L = panjang (m),
tegangan permukaan S dapat ditulis sebagai S = F / L.
Di sini tampak bahwa “apabila” menggantikan posisi “di mana”
(ditulis di kalimat asli sebagai “dimana”).
c)
Dari kalimat bahasa Inggris: Land which is to
be planted only with rice … .
* Usul terjemahan: Lahan yang akan ditanami padi saja … .
Contoh-contoh lain silakan ditambahkan.
2.
Kata penghubung “sedangkan”
Kesalahan penggunaan kata penghubung yang juga sering kali terjadi
adalah yang melibatkan kata “sedangkan”. “Sedangkan” adalah kata penghubung dua
klausa berderajat sama, sama seperti “dan”, “atau”, serta “sementara”. Dengan
demikian secara tata bahasa ia TIDAK PERNAH bisa mengawali suatu kalimat (tentu
saja lain halnya dalam susastra!). Namun justru di sini sering terjadi
kesalahan dalam penggunaannya. “Sedangkan” digunakan untuk mengawali kalimat,
padahal untuk posisi itu dapat dipakai kata “sementara itu”.
Contoh: Dari harian Jawa Pos:
“Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini, 6.208.951
pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sedangkan jumlah total TPS
se-Banten ada 12.849.”
Usulan perbaikan 1:
“Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951
pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap) sedangkan jumlah total TPS
se-Banten ada 12.849.”
Usulan perbaikan 2:
“Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951
pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sementara itu, jumlah total
TPS se-Banten ada 12.849.”
3.
Daftar kata
Untuk daftar yang lebih lengkap, lihat pula halaman utamanya.
Gabungan kata yang ditulis serangkai
1.
Acapkali
2.
Adakalanya
3.
Akhirulkalam
4.
Alhamdulillah
5.
Astagfirullah
6.
Bagaimana
7.
Barangkali
8.
Bilamana
9.
Bismillah
10.
Beasiswa
11.
Belasungkawa
12.
Bumiputra
13.
Daripada
14.
Darmabakti
15.
Darmasiswa
16.
Dll.
Kata yang sering salah dieja
Daftar ini disusun menurut urutan
abjad. Kata pertama adalah kata baku menurut KBBI (kecuali ada keterangan lain)
dan dianjurkan digunakan, sedangkan kata-kata selanjutnya adalah variasi ejaan
lain yang kadang-kadang juga digunakan.
1.
aktif, aktip
2.
aktivitas, aktivitas
3.
alquran, al-Qur’an, Al-Qur’an, al Qur’an, Al
Qur’an (maupun tanpa ['])
4.
analisis, analisa.
5.
Anda,
anda
6.
apotek, apotik (ingat: apoteker, bukan
apotiker)
7.
asas, azas
8.
atlet, atlit (ingat: atletik, bukan atlitik)
9.
bus, bis
10.
besok, esok
11.
Dll.
21 Juni 2013 pukul 02.03
nama pengarang bukunya itu siapa mbk?