Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales,
Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.).
Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya
untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat
berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh
keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah
mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat
juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran
induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika
deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran
atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru
sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini
sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat
berlaku secara umum.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk
mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif
menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi
yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena
bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerakIsaac Newton
menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan Le Verrier menerapkan
teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan
orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi)
dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).
- Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik
kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas
fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi.
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal
umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses
pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau
hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
Macam-macam penalaran deduktif:
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara
deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi
(kesimpulan). Silogisme terdiri dari; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik
dan Silogisme Disyungtif.
Pengertian Silogisme Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua
proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut
dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang
termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi
subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah
(middle term).
Contoh :
- Semua tumbuhan membutuhkan air (premis mayor).
- Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
- Akasia membutuhkan air (Konklusi).
Hukum-hukum Silogisme Katagorial
- Apabila salah satu
premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.Contoh; Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor). Sebagian makanan tidak
menyehatkan (minor). Maka; Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
- Apabila salah satu
premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.Contoh; Semua korusi tidak disenangi (mayor). Sebagian pejabat korusi (minor).
Maka; Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
- Apabila kedua premis
bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan. Contoh; Beberapa
politikus tidak jujur (premis 1). Bambang adalah politikus (premis 2). Kedua
premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka
kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin
tidak jujur (konklusi).
- Apabila kedua premis
bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan
tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul
dapat diambil jika salah satu premisnya positif. Contoh; kerbau bukan bunga
mawar (premis 1). Kucing bukan bunga mawar (premis 2). Kesimpulannya? Tidak
ada.
- Apabila term penengah
dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh;
semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini
adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
Term-predikat dalam kesimpulan harus
konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten,
maka kesimpulannya akan salah.
Contoh;
1. kerbau adalah binatang (premis 1).
2. Kambing bukan kerbau (premis 2).
Maka; kambing bukan binatang ? Binatang pada konklusi
merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif.
Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor
maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.
contoh;
1. Bulan itu bersinar di langit (mayor).
2. Januari adalah bulan (minor).
Maka; januari bersinar dilangit?
Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek,
predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklsinya. Contoh;
a. kucing adalah binatang (premis1).
b. Domba adalah binatang (premis 2).
c. Beringin adalah tumbuahan (premis3).
d. Sawo adalah tumbuhan (premis4).
Contoh Kalimat Silogisme Kategorial
- Semua Mahasiswa adalah lulusan SLTA Nanni adalah
mahasiswa Jadi Nanni lulusan SLTA
- Tidak ada Manusia yang kekal Mahasiswa adalah Manusia
Jadi Mahasiswa tidak kekal
- Semua Manusia berpikir Semua Rusa bukan Manusia
- Tidak seekor Ikan pun ayam Semua Ikan berenang Jadi tidak
seekor Ayam pun berenang
- Semua Karyawan PT.Makmur masuk kerja Ratna adalah
Karyawan PT.Makmur Jadi Ratna harus masuk kerja
- Manusia selalu bersifat ingin tahu Mahasiwa adalah
Manusia
- Semua Vegetarian hanya makan sayur Indah hanya makan
sayur Jadi Indah adalah Vegetarian
- Beberapa Hewan berkembang biak dengan bertelur Tidak
seorang pun Manusia adalah Hewan
Secara ringkas, Silogisme hipotesis adalah silogisme yang
premis mayornya adalah proposisi hipotesis atau proposisi majemuk, dan premis
minornya mengakui atau menolak salah satu bagian dari premi mayor.
Perhatikanlah
contoh berikut.
Jika hujan turun, jalan basah.
Hujan turun.
Jadi, jalan basah.
Premis mayor pada argumen di atas adalah “Jika hujan turun,
tentu jalan basah” yang merupakan proposisi hipotesis. Proposisi ini terdiri
atas dua bagian, yang jika ditelaah ternyata merupakan gabungan dua buah
proposisi kategoris, yaitu (1) “hujan turun” dan (2) “jalan basah”, yang
digabungkan dengan kata penghubung kondisional “jika”. Premis minornya mengakui
bagian pertama. Kesimpulan ditarik dengan jalan membanding-bandingkan
bagian-bagian dari premis mayor. Dalam contoh di atas, karena premis mengakui bagian
awal, maka kesimpulannya juga harus mengakui bagian kedua.
Jelaslah, ini berbeda dengan silogisme kategoris. Dalam
silogisme kategoris, dasarnya ialah proposisi kategoris yang terdiri atas term
S dan P yang masing-masing menunjukkan kelas subjek dan kelas predikat.
Kesimpulan ditarik dengan jalan membanding-bandingkan keanggotaan kelas S dan
P, dengan bantuan kelas M untuk mengetahui apakah anggota kelas M termasuk
kelas S dan apakah anggota kelas M termasuk kelas P atau tidak. Karena
didasarkan atas perbandingan kelas, silogisme kategoris diebut juga logika
kelas (class logic).
Berbeda dengan itu, silogisme hipotesis didasarkan atas
bagian-bagian dari proposisi premis mayor yang berupa proposisi kondisional
atau majemuk. Seperti terlihat pada contoh di atas, dalam silogisme hipotesis
kesimpulan tidak ditarik dengan membandingkan term-term, melainkan dengan
membandingkan proposisi-proposisi kategorik yang menjadi komponennya serta
hubungan yang terdapat di antara keduanya. Ini mempengaruhi cara penulisan
bentuk logis penalaran. Jika pada silogisme kategoris digunakan huruf-huruf
S-M-P yang melambangkan kelas-kelas, maka pada silogisme hipotesis digunakan
huruf-huruf p dan q yang masing-masing melambangkan posisi
elementer (proposisi yang tidak terusun atas proposisi-proposisi lain yang
lebih kecil). Demikianlah, premis mayor pada penalaran di atas, “Jika hujan
turun, jalan basah” ditulis bentuk logisnya menjadi “Jika p maka q.
Jadi proposisi elementer “hujan turun” dilambangkan dengan p, sedangkan
“jalan basah” dengan q. Karena yang menentukan bukan kelas, melainkan
proposisi, maka silogisme hipotesis disebut juga logika proposional (propotionla
logic).
Contoh yang diberikan di atas sebenarnya baru mewakili salah
satu dari silogisme hipotesis, yaitu silogime hipotesis kondisional atau sering
juga disebut silogisme hipotesis saja. Selain silogisme komdisional, masih ada
dua macam lagi, yaitu silogisme hipotesis disjungtif (sering disingkat
silogisme dijungtif), dan silogisme hipotesis konjungtif (sering disingkat
silogisme konjungtif).
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas
premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila
premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan
menolak alternatif yang lain. Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor
Nenek Sumi berada di Bandung
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan
kesimpulan.
Contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam
sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak
menerima hadiahnya.
Sumber: