twitter



Jawaban :

WEBSITE DEPARTEMEN PERTANIAN
  
     1.  Judul WebGIS : Website Departemen Pertanian
     2.  Fitur dan Informasi yang Disajikan:
  • Menampilkan peta dalam bentuk 2 dimensi dengan keterangan peta yang sangat lengkap.
  • Dapat memberikan jarak atau luas pertanian .
  • Memberikan menu pilihan untuk mencetak secara online.
     3.  Spesifikasi pengguna sistem: 
          Aplikasi Sistem Informasi Geografis Departemen Pertanian berbasis web ini ditujukan secara khusus digunakan oleh Dinas Pertanian seluruh Indonesia agar dapat mengetahui potensi tanaman yang menjadi komoditas keunggulan. Selain itu juga dapat menampilkan dalam bentuk peta 2 dimensi dengan keterangan yang lengkap untuk mempermudah berbagai pihak dalam mengakses data. Dan data tersebut dapat dicetak secara online.

    4. Rincian layer-layer data yang di sajikan:







  • Kasus Pertama : KASUS BERPENDAPAT SEORANG PNS BERUJUNG POLEMIK DAN KONFLIK

       Alexander Aan  adalah seorang PNS berusia 31 tahun yang bertugas di kantor BAPPEDA , Sumatera Barat. Alex adalah seorang warga negara Indonesia yang tidak percaya dengan konsep Ketuhanan  dan Agama yang diakui di Indonesia dan secara tegas Alex menyatakan bahwa dirinya adalah seorang atheis berawal dari bentuk penyampaian pemikiran dan pendapat pribadinya yang ditulis di status facebooknya, yaitu : “Kalau memang ada Tuhan, mengapa ada kejahatan, kemiskinan. Saya tak percaya surga serta neraka. Oleh sebab itu, sudah merupakan premis saya Tuhan itu tidak ada, dan Nabi Muhammad adalah seorang yang biadab”.

       Pernyataan tersebut menjadi sorotan publik dan mengundang reaksi dari berbagai pihak, yaitu pengguna akun facebook, masyarakat Minang, kaum ulama,kaum adat dan Aparat kepolisian.Dan tulisan Alex tersebut menjadi polemik dan konflik, yang kemudian mendapat tanggapan dan begitu banyak hujatan yang diberikan kepadanya yang semula belum diketahui identitasnya. Perdebatan di dunia maya tentang Tulisan Alex itu segera menyebar. Sejumlah orang kemudian berusaha mencari siapa sebenarnya pemilik akun facebook tersebut. Kemudian dilacak oleh masyarakat, dan akhirnya ditemukan yaitu seorang pegawai PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah, yang ketika ditemukan sedang membuka akun facebooknya dimana Alex terbukti sedang membuat tulisan yaitu menghujat keberadaan Allah dengan menjadikan Al-Quran dan kisah Para Nabi sebagai kajian tulisannya.

        Akhirnya sekelompok pemuda yang geram membawa Alex mendatangi Kantor Bupati Dharmasraya. Kemudian mereka terlibat perdebatan, dimana Alex bersikeras bahwa apa yang dia sampaikan di akun facebooknya hanyalah merupakan pendapat pribadinya.Mendengar pernyataan tersebut, entah siapa yang mengkomandoi, pemuda yang ada dalam ruangan langsung memukul Alex sampai memar lantaran merasa kesal.

       Dan MUI Sumatera Barat akhirnya melaporkan Alex kepada pihak kepolisian, Ketua Majelis Ulama Indonesia cabang Sumatera Barat menjelaskan bahwa sikap anti Tuhan yang disebarkan pemilik akun Facebook Alexander  ini  Bertentangan dengan semua agama. Bahkan, keyakinan yang dipertahankan Alex tersebut dinilainya tidak cocok berkembang di Indonesia.Hal tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila, karena tentunya  paham  Atheis tidak dapat diterima di Indonesia.Beliau menyayangkan sikap Alexander  yang sebagai orang minang karena tentu saja ini membawa nama minang, yang menurutnya sendi dasar agama sudah dirusak apalagi Alex telah menghina Allah,Nabi Muhammad, Al-Quran didalam Agama Islam, dan itu tidak dapat ditolelir.

      Dan Alexander pun ditangkap pihak kepolisian setelah mendapat serangan dan hampir diamuk masa yang kesal dengan sikapnya dan akhirnya Alex diamankan di Markas Polsek Pulau Punjung yang kemudian dipindahkan ke Markas Polres Dharmasraya. Karena statusnya-nya di facebook tersebut, Alexander kini menghadapi ancaman dijerat dengan Pasal 156a KUHP tentang penistaan Agama, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. 

      Selain itu, polisi juga menjerat pemilik akun facebook Alex Aan tersebut dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan terancam pidana penjara enam tahun serta denda Rp 1 Miliar. Dan Alexpun terancam akan kehilangan pekerjaannya.
Tetapi Tidak hanya hujatan, Alexpun mendapat dukungan dan simpati  dari para freethinker (Pemikir bebas anak Negri) di Indonesia dan Freethinker di berbagai penjuru dunia. Salah satunya adalah sebuah grup Facebook bernama Support Alex Aan’s Human Rights.Ada banyak pengguna Facebook luar negri dan sejumlah akademisi serta organisasi internasional yang memberikan support terhadap Aan.
Sementara itu, dukungan lokal juga terbilang banyak. Sebuah grup Facebook bernama dukung Pembebasan Alex Aan juga memberikan support yang besar untuk Alex. Mereka menyatakan bahwa sedang menyusun langkah untuk memberikan tekanan politik kepada RI agar segera membebaskan dan menjamin keselamatan Alex .

        Mereka memberikan pembelaan dengan alasan bahwa tak satupun warga negara RI yang layak dipenjara hanya karena dia tidak mempercayai suatu konsep tuhan manapun. Ketidakpercayaan pada konsep Tuhan bukanlah suatu pelanggaran terhadap hukum terlebih lagi UU pelanggaran seorang atheis di Indonesia telah dihapuskan jadi menurutnya Alex harus dibebaskan.
Dan Kasus Alex tersebut terus diproses oleh kepolisian Polres Dhasmaraya, Sumatera Barat.

Kesimpulan :

      Jika di lihat dari sudut pandang etika Profesi TSI, keyakinan hasil pemikirannya yang disampaikan dalam bentuk suatu tulisan di akun facebooknya yang dianggap sebagai bentuk penghinaan oleh sebagian pihak. Pendapat yang ditulis oleh beliau di media internet sangatlah melanggar kode etik karena jelas tulisannya bermakna penghinaan yang melanggar undang-undang negara dan undang-undang ITE. penjeratan Pasal 156a KUHP tentang penistaan Agama  kepada PNS tersebut sudah tepat karena tindakannya tersebut jelas melanggar. Kasus Alex telah dilimpahkan ke kejaksaan negeri dharmasraya, Sumatera barat. Dan Alex telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 20 Januari 2011.



  • Kasus Kedua:  KICAUAN "HOAX" BERUJUNG TUNTUTAN PENJARA
      Gara-gara menyebarkan informasi palsu atau hoax melalui situs mikroblog Twitter, sepasang pria dan wanita di Meksiko dituntut hukuman 30 penjara. Keduanya dianggap telah menebar kepanikan di kalangan penduduk negara tersebut. Gilberto Martinez Vera (48), guru sekolah swasta, dan Maria de Jesus Bravo Pagola, seorang presenter radio, dituduh menyebarkan informasi palsu mengenai adanya sekelompok orang bersenjata yang menyerang sekolah-sekolah di tenggara Kota Veracruz.

       Peristiwa itu terjadi pada Kamis (25/8/2011) pekan lalu ketika penduduk di kota tersebut berada dalam situasi tegang akibat konvoi marinir jalan-jalan kota. Warga menduga telah terjadi pertikaian antara tentara dan geng mafia narkoba seperti terjadi akhir-akhir ini. Dalam situasi itu, Vera melayangkan pesan di akun Twitter-nya. Kicauan Vera berbunyi, "Kakak iparku bilang ada penculikan lima anak di sekolah mereka." Ia kembali menuliskan pesan di Twitter dan memastikan kejadian itu benar meskipun ia tidak tahu kapan peristiwa itu terjadi. Pesan itu kemudian diteruskan (retweet) oleh Pagola sehingga pengikutnya (follower) pun panik.

       Warga yang mengetahui pesan-pesan di Twitter itu panik dan berupaya menyelamatkan anak-anak mereka di sekolah. Kepanikan itu menimbulkan kecelakaan yang melibatkan puluhan mobil di jalan raya. Saluran telepon darurat juga terhenti karena tak dapat menampung semua arus komunikasi dari warga yang panik. "Ada 26 kecelakaan mobil, orang-orang meninggalkan mobil di tengah jalan dan berlari menjemput anak-anak mereka karena mereka pikir hal itu terjadi di sekolah anak-anak mereka," ujar Gerardo Buganza, Sekretaris Urusan Dalam Negeri Kota Veracruz kepadaAssociated Press (AP) seperti dilansir Guardian, Minggu (4/9/2011).

       Jaksa menuduh Vera mengirim beberapa pesan tentang anak-anak sekolah setempat yang disekap oleh pasukan bersenjata. Adapun Pagola dituduh menyebarkan rumor penculikan tersebut ke jejaring sosial meskipun Pagola membantah hal tersebut. Kuasa hukum keduanya menyatakan bahwa Vera dan Pagola hanya menyampaikan informasi yang mereka dapatkan di internet.

       Petisi online mulai beredar untuk menuntut pembebasan Vera dan Pagola dan melibatkan kelompok-kelompok hak asasi manusia untuk ambil bagian. Amnesti Internasional mengatakan, para pejabat di Meksiko melanggar kebebasan berekspresi dan menyalahkan kepanikan warga akibat ketidakpastian keamanan di Meksiko. Kepanikan ini diakibatkan oleh perang melawan geng narkoba yang telah menewaskan 35.000 orang dalam waktu lima tahun terakhir.

Kesimpulan :

       Jika dilihat dari sudut pandang sisi Etika Profesi TSI, kicauan  Gilberto Martinez Vera (48) dan Maria de Jesus Bravo Pagola di twitter yang menyebarkan informasi palsu atau hoax mengenai adanya sekelompok orang bersenjata yang menyerang sekolah-sekolah di tenggara Kota Veracruz yang membuat follower dan warga panik. Kepanikan itu menimbulkan kecelakaan yang melibatkan puluhan mobil di jalan raya. Sepasang pria dan wanita di Meksiko ini akhirnya dituntut hukuman 30 penjara karena dianggap telah menebar kepanikan di kalangan penduduk negara tersebut.

Link: 1,2